Senin, 19 Agustus 2013

Setelah upacara bendera, peci dan pin Garuda dikembalikan lagi

Denyut perayaan HUT RI ke-68 masih kita rasakan sampai H+2 hari ini. Ribuan bendera dan pernak pernik merah putih masih bisa kita lihat menghiasi jalan-jalan, rumah, toko, perkantoran dan fasilitas umum. Tahun ini nampaknya lebih rame dibandingkan tahun yang lalu. Tentu saja hal ini sesuatu yang sangat positif. Mudah-mudahan berkelanjutan untuk tahun-tahun mendatang.

Pagi tadi saya sempat ‘lirik-lirik” isi berita pada harian pagi terbitan daerah. Masih banyak liputan tentang kemeriahan tujuhbelasan. Saya juga sempat baca ‘hadiah jalan-jalan” buat Tim Paskibraka  Prov Bali ke luar daerah. Saya dengar pula Paskibraka di kota saya, Gianyar, juga dapat hadiah yang sama.

Tentu saja saya setuju, kalau daerah punya uang dan anggaran untuk itu tersedia, sudah sepantasnya mereka mendapatkan hal tersebut. Berminggu-minggu bahkan mungkin sebulan penuh, setelah proses seleksi mereka digembleng, pagi, siang sore untuk mengemban tugas mulia ini. Untuk  memudahkan koordinasi (pengawasan) & mendapatkan hasil (penampilan) yang prima mereka juga dikarantina, ditempatkan di  tempat yang sangat layak (hotel).

Saya jadi teringat tatkala masih SMA dulu, ketika kelas dua, betul-betul bergairah menyiapkan diri untuk mengikuti seleksi Paskibraka nasional. Saya benar-benar optimis,  punya dua modal besar: dari sekolah favorit dan punya prestasi (SMAN 1 Gianyar), juga sebagai Pramuka aktif (ketua ambalan Dharma Wangsa). Namun Dewi Fortuna sepertinya kurang berpihak, ternyata saat itu seleksi tingkat kabupaten ditiadakan, pakai sistim penunjukkan (ke salah satau SMA lain langsung berkompetisi di Denpasar). Kenapa seleksi di kabupaten ditiadakan? Pasalnya setiap seleksi di kabupaten, selalu siswa (pramuka) di sekolah kami yang lolos. Jadi tahun tersebut pemkab mengambil kebijakan seperti itu. Akhirnya saya sudah ‘kalah sebelum bertanding’

Toh saya selalu bersyukur, karena tahun tersebut untuk Paskibraka di kabupaten ditunjuklah SMA kami. Dibawah gemblengan dari KORAMIL, saya diberi kepercayaan sebagai salah satu  tim pengibar bendera. Saya masih ingat, dari 3 orang pengibar bendera, saya berada diposisi kanan sebagai  pengerek tali bendera. Ada yang menarik, salah satu tim Paskibraka saat itu adalah siswa asing (Australia) yang mengikuti pertukaran pelajar. Lupa namanya (John Kelly ?). Seandainya Pemkab Gianyar ‘rapi menyimpan file’, mungkin peristiwa tersebut masih bisa kami liat lewat ‘foto’.

Ini kisah ‘lampau”, tahun 1983, wow… sudah 20 tahun yang lalu. Tahun terus merambat, zaman telah berubah.

Saya sangat memaklumi perubahan zaman tersebut. kami tim Paskibraka menyiapkan sendiri baju putih lengan panjang dan celana putih, juga ikat pinggang dan sepatu hitam. Saat itu paskibraka kabupaten tidak menggunakan jas paskibraka seperti sekarang ini. Kami hanya dapat pembagian peci hitam dengan pin Garuda Pancasila dan scarf merah, yang setelah upacara selesai harus dibalikkin lagi, ha..ha…

Setiap hari kami berangkat menuju lapangan Astina Gianyar dari sekolah atau rumah masing-masing, pulang juga sendiri-sendiri, tidak ada pemondokan. Teman-teman saya ada yang berasal dari Blahbatuh, Sukawati dan Ubud. Baru sekarang saya berfikir, bagaimana kalau salah satu dari kami ada yang tiba-tiba sakit atau kecelakaan di jalan, bagaimana cara penggantian yang cepat, karena memang tidak disiapkan cadangan. Syukur kehadapan TYME, kami bisa melakukan tugas ini dengan baik (walaupun saat upacara penurunan bendera, diguyur hujan, karena basah bendera sempat lengket di tiang bendera).

Kalau dibandingkan dengan Paskibraka ‘zaman kekinian’ memang terasa kurang adil, tapi kalau kami bandingkan lagi dengan ‘perjoeangan’ pendahulu Republik ini, betapa hebatnya mereka melawan hambatan & keterbatasan. Dan apa yang kami lakukan saat itu, sungguh sangat menyenangkan…

DIRGAHAYU NEGERIKU….INDONESIA !!!
(maafkan kami, belum bisa berbuat banyak untukmu...)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar