Sabtu, 29 Juni 2013

Cerkon (Ceritera Konyol) "Pesta Topeng"

Sudah seminggu wajah Pak Jaya Nampak  muru….ng  terus, begitu banyak pekerjaan kantor yang harus dia selesaikan. Kerja….kerja…& kerja, begitulah adanya.  Wajahnya semakin murung ketika Pak Jaya memegang kertas undangan Pesta Topeng dari temen bisnisnya yang orang bule dari Belanda. Dikipas-kipaskannya undangan tsb dimukanya, siapa tahu bisa lebih segeran dikit.

“ah ada aja Si Bule ini, apa ndak ada cara pesta yang lebih seru, masak pesta topeng sih?”, gumamnya

“Ada apa nih Pa...?” terdengar suara lembut istrinya yang langsung  membuyarkan lamunannya. Tak sepatah katapun keluar dari bibir  Pak Jaya, diliriknya istrinya sambil menyerahkan surat undangan itu

“Oh…Undangan Pesta Topeng dari Van Miller” kata istrinya sambil memperhatikan kertas tersebut

“Bapak mesti datang lho…, ngga’ enak sama dia, kan udah banyak bantu bisnis kita”, sambung istrinya lagi

“Bapak akan usahain ya, tapi tolong beliin topeng dan asesorisnya ya Ma” jawab Pak Jaya, seraya ngeloyor ke kamar mandi.

Menjelang acara pesta topeng, istri Pak Jaya sibuk mencari tokoh topeng yang pas buat suaminya. “Topeng Zoro?, ah udah biasa!, Batman?  apalagi yang ini, sudah terlalu umum” pikir istri Pak Jaya. Tiba-tiba dia ingat ceritera Ramayana. “ah… Topeng Hanoman saja, sama busananya lengkap”, Istri  Pak Jaya senyum-senyum membayangkan suaminya nanti akan pakai busana & topeng Hanoman. Dia merasa sreg saja, karena tokoh Hanoman perutnya Sixpack, jadi pas dengan Pak Jaya yang bodinya juga masih atletis dan cukup seksi.

Akhirnya malam Pesta Topeng datang juga. Tiba-tiba istri Pak Jaya jadi gusar. Apakah suaminya jadi datang ke pesta tersebut. Atau siapa tahu di pesta tersebut bisa saja suaminya jelalatan, kan tidak dalam pengawasan sang istri? Rasa penasaran untuk menyelidiki suaminya semakin kuat, Istri pak Jaya pun semakin bingung.  Akhirnya dia memutuskan untuk datang saja ke pesta topeng. Entah dari mana dia dapat ide, tiba-tiba dia sudah pakai topeng  Cat Women dan meluncur ke rumah Van Miller.

Sampai di Rumah Van Miller, pesta sudah mau bubaran. Istri Pak Jaya clingak clinguk cari tokoh Hanoman…. “Nah itu dia di pojok sana” Istri Pak Jaya menemukan tokoh yang pakai baju Hanoman yang dia beli. Tapi… tiba-tiba dia terkejut. Kok berani-beraninya Hanoman memangku seorang gadis yang juga bertopeng . “Ah…ternyata benar dugaanku, berarti suamiku emang jelalatan bin gatel”, suami Pak Jaya geram. Dia mencari saat yang tepat untuk mendekati  suaminya.

Ketika gadis bertopeng meninggalkan Pak Jaya, istrinya segera mendekat. Dia berusaha menarik perhatian dan menggaet suaminya. Dia merayu sang  Hanoman untuk bisa kencan di tempat lain setelah pesta topeng berakhir. Sang Hanoman menyetujui  dengan syarat tetap memakai topeng saat kencan nanti.  

“Ah…., kurang ajar suamiku ini,  benar-benar telah berani selingkuh dibelakangku” Istri Pak Jaya semakin geram, tapi tetap ditahannya emosinya.

Setelah pesta topeng berakhir, mereka meluncur kearah  Padang  Galak, cari hotel, cari tempat kencan yang aman. Malam semakin larut, udara dingin membeku. Mereka melewati malam  berdua di kamar hotel ….(sensor).

Keesokan harinya  Istri Pak Jaya sudah tidak sabar menunggu suaminya, dia ingin tahu apa ‘karangan ceritera’ suaminya nanti tentang pesta topeng. Ketika mobil suaminya masuk garase, Istri pak Jaya segera menghampiri suaminya, ditahan-tahannya perasaannya.

‘Ah….Papa udah pulang, pasti capek banget ya? Gimana pesta topengnya tadi malam?’, Istri Pak Jaya berusaha berlaku manis

‘Aduh Ma…, maapin Papa ya, tadi malem mendadak ada kesibukan lagi di kantor. Papa harus lembur lagi. Agar tidak mengecewakan undangan Pesta Topeng Van Miller, terpaksa topeng & busana Hanoman Papa serahkan
ke Pemulung yang biasa mungutin barang bekas di kantor ‘


‘Ah…..apa Pa?’ istri Pak Jaya menjerit , lalu  pingsan ……

Jumat, 28 Juni 2013

PEMILUKADAL (Bagian Pertama) "Buaya Elu Kadalin"

Tidak jelas tempatnya, semuanya berwajah kadal, berperilaku kadal, karena inilah negeri kadal, yang penduduknya semua ber’ras kadal. Dari kekayaan alam, sebenarnya negeri kadal sangat berlimpah. Sayang memang SDM nya masih lemah, sehingga negeri kadal tetap saja jadi negeri miskin. Kemakmuran yang dicita-citakan hanya baru bisa dinikmati oleh segelintir kadal. Sangat gampang melihat dan membedakan mana kadal yang sudah makmur dan yang masih kere. 

Kalau kadal yang makmur jalannya sudah bisa tegak, sedangkan yang miskin, kere, jalannya masih tetap melata, inilah yang disebut golongan rakyat melata (dalam kamus bahasa manusia artinya sama dengan rakyat jelata). Sensus termutakhir menyebutkan bahwa rakyat melata jumlahnya mencapai 97% dari total populasi masyarakat di negeri kadal, jomplang banget !

Matahari bersinar dengan teriknya, udaranya panas. Sesekali debu beterbangan dihempas angin. Wajah kota yang setiap harinya biasa-biasa saja, siang itu sedikit gempita. Alun-alun kota disesaki rakyat melata. Ada umbul-umbul dan bendera warna-warni menghiasi jalan di seputaran alun-alun, sebagian ditancepin di pohon-pohon. Suara music berdentum-dentum di audio speaker, ada apa ya?

Bahwa pada hari Krishnapaksa, sesuai dengan kalender di negeri kadal  yang jatuh pada bulan mati, 15 hari sebelum pergantian tahun baru, bangsa kadal akan memilih sepasang pemimpin mereka. Pemilihan ini akan melibatkan partisipasi masyarakat umum diseluruh negeri, tentu saja bagi yang sudah berhak memilih. Hari baik ini mereka namakan PEMILIHAN UMUM Negeri KADAL, kalau disingkat menjadi PEMILU KADAL.

Rupanya gegap gempita di alun-alun kota siang hari itu, sudah siap didaftarkan satu paket calon PEMIMPIN KADAL oleh para pendukung dan relawannya, baik dari golongan eksklusif, yaitu para kadal yang sudah bisa berjalan tegak, siapa tahu jagoan menang bisa dapat ‘jabatan empuk’ nantinya. Juga dari kaum kadal yang masih melarat, kalangan rakyat melata, yang memanfaatkannya sebagai medium ‘ngalap berkah’ dari setiap even seperti ini.

Di dalam hati sang kandidat selalu berkata, “mau-maunya kau ku kadalin, panas-panas begini, bersedia sorak sorai, demi sebungkus makan siang  dan  UK 50.000,-“ sebagai pengganti uang transport. (UK = Uang Kadal, mata uang resmi di negeri kadal).


Sementara rakyat melata juga bergumam dalam hati, “emang gue pikirin, besok kalau ada kandidat lain yang minta dukungan, dengan servis yang memuaskan, gue siap bergegap-gempita lagi bareng teman-teman, BUAYA ELU KADALIN …!!!” He..he… masak kadal bisa ngomong elo dan gue, gaul bangetsss, wkwkwkwwk….. 

(Bersambung & Baca : PEMILUKADAL bagian ke-2)
Ilustrasi gambar diambil dari: bagussevens.blogspot.com)

Kamis, 27 Juni 2013

Langkanya Nama: Wayan, Nyoman dan Ketut

Suatu hari saya sedang mberisin beberapa file di kantor. Satu project  baru saja selesai untuk klien kami ’Lomba Bayi Sehat & Ibu Hamil. Ada sekitar 500 lembar kopian akte kelahiran sebagai salah satu persyaratan lomba yang harus dirapikan kembali penempatannya. Iseng saya perhatikan nama-nama tersebut, wah.... luar biasa, bagus-bagus sekali, Perhatikanlah beberapa nama-nama berikut: Putu Ayu Marscha Kiaradiva Brahmantya, Putu Karina Erunisa, Gede Fabian Putra Miharja, Ida Ayu Keshia Arundhati Prasista, I Gusti Ayu Sephira Oveliani, Ni Kadek Una Grimonia Manusmara, Ni Putu Keyla Anabel Putri Harimawan, ...

Pikiran saya tiba-tiba jadi ’liar’, kok ya dari ratusan nama tersebut, hampir tidak ditemukan nama Wayan, Made, Nyoman, Ketut?. Ini Bali lho...! Nama-nama depan yang biasa dipakai oleh anak-anak pada jaman saya. Saya juga tidak tahu mulai kapan nama Wayan, Made, Nyoman & Ketut mulai dipakai oleh orang Bali, dan kenapa nama-nama tersebut mulai langka dipakai oleh anak-anak yang terlahir pada masa sekarang?

Informasi yang pernah saya dengar bahwa nama Wayan, Made, Putu & Ketut adalah sistem KB (keluarga berencana) orang Bali zaman dulu. Sebuah kearifan lokal orang Bali dalam merencanakan anggota keluarganya. Mereka telah merencanakan 3 (tiga) anak dalam perkawinannya.
  • Wayan (wayah / wayahan = tua) atau terkadang disebut Putu adalah nama anak tertua.
  • Made (Madya) artinya ’tengah’ diberikan kepada anak yang terlahir ditengah-tengah (nama Made ’dimanja-manjakan’ penyebutannya jadi : ade’, adek, terus menjadi Kadek). Anak yang terlahir di tengah-tengah ini juga secara vulgar disebut ’ I Nengah’.
  • Anak terakhir atau paling muda (= anom) disebut Nyoman (juga sering dimanja-manja penyebutannya jadi Komang, di Singaraja nama Komang juga disebut Koming).
  • Lalu Ketut? artinya ’extra’ alias ’kitut’ atau ikutan.


Masa sekarang, nama Wayan sudah kurang laku, orang tua lebih memilih nama Putu atau Gede buat anak pertamanya, saya kurang ngerti, apa alasannya. 

Nama Made masih dipakai walaupun jarang-jarang, orang tua lebih suka memberi nama Kadek atau nama Gede lagi buat anak lelaki keduanya. 

Sedangkan nama Nyoman, Komang & Ketut, sudah hampir tidak kita temukan pada akte kelahiran bayi-bayi masa sekarang. Kenapa? Karena orang Bali sekarang sudah merencanakan cukup 1 atau 2 orang anak saja

JUJUR

Ketika ikut (bukan ikut-ikutan) buka akun di  Facebook, saya sedikit tercenung ketika sampai dalam tahap menulis ’moto hidup’. Tanpa berlama-lama saya ketik saja ’belajar hidup lebih jujur’, padahal  dalam menjalani hidup ini saya lebih condong seperti falsafah air saja.  Lalu? Ya ’sutralah’ ! tdk perlu dibahas lagi.

Agar konsekuan terhadap moto hidup (yang sudah kadung diketik, walopun bisa disunting lagi) semua data ditulis dengan telanjamg. Coba liat nama saya: Ngurah Windara, iya itulah nama saya. Kalau di KTP ditulis Drs. A.A. Ngurah A. Windara. Sedangkan Drs, A.A dan A, tidak saya tulis karena itu ‘title yang saya dapatkan dari garis akademis dan garis kelahiran (nah…, jujur juga terkesan sombong kan?, saya tdk peduli !) Demikian juga alamat, pekerjaan, pendidikan, de el el, ditulis dengan apa adanya. Tapi mohon maaf no hape yang jumlahnya 5 (lima) nomor provider tdk saya tulis ha..ha...), itu khusus buat yang sudah kenal saja. Saya khawatir nanti terlalu banyak SMS yang nawarin hadiah mobil.

Nah, itu  tadi cuma prolog saja tentang KEJUJURAN. Catatan ini sengaja saya buat ikut meramaikan tentang ‘isu-isu’ kejujuran yang lagi rame dibicarakan di media: TV, Koran, Radio sampai medium online.  Contohnya ? Tuntutan  kejujuran oleh publik  pada ‘kasus besar’  seperti impor daging sapi yang melibatkan Luthi Hasan, Ahmad Fatanah sampai nyerempet  Menteri Pertanian. Itu yang nasional. Kalau yang lokal? Ada ! Masalah ‘ribut-ribut’ penyalahgunaan dana di PDAM Gianyar dengan tersangka para direkturnya, dan…sampai nyerempet  mantan Bupati Cok Ace.

Ada kisah lain tentang KEJUJURAN yang akan  saya ceriterakan kepada Anda.
Suatu pagi, saya bincang-bincang sama Bos saya di kantor bersama seorang karyawan lain yang bau nafasnya kurang sedap, karena bau rokok yang telah melewati ambang batas, menembus setiap sudut-sudut ruang dan telah mencemari segarnya taman di depan kantor kami (ini mah lebay ya…?)

“Dul….”, suara Si Bos tiba-tiba menghentak  beningnya pagi
“Iya Babe !”, tanggap Dul, seraya tergopoh-gopoh meninggalkan  pekerjaan  nyiram tanaman, menghampiri Bos.
“ Sekarang saya sudah siap kalau kamu tidak suka sama saya, karena saya ingin menyampaikan kejujuran sama kamu”, lanjut Bos sambil memandangi Dul
“ Iya ..Babe”, wajah Dul keliatan bingung, mencoba-coba nebak arah pembicaraan Si Bos.
“Ketahuilah wahai Dul, saya begitu banyak terima komplain dari teman-temanmu, mereka komplain karena bau nafasmu yang tidak  sedap, mereka ngadu ke saya bukan complain ke kamu”

Si Dul terhenyak. Matanya menerawang. Tiba-tiba sosok teman-temannya muncul satu persatu. Tak satupun temannya yang pernah komplain tentang kondisi bau nafasnya. Wati yang paling polos di kantor malah malah pernah memuji Dul saat mencucikan piring makannya, saat itu Wati bilang: “ Wah…. Dul, kamu cakep deh, apalagi senyummu mani…s sekali. Thanks ya, udah nyuci peralatan makanku”

Awalnya Dul benar-benar marah. Marah sama teman-temannya, sama Bosnya, juga sama dirinya sendiri. Dul kini sadar, bahwa selama ini teman-temannya tidak jujur. Tidak berani berterus terang yang malah menjerumuskannya. Mereka khawatir kalau dibilang yang sebenarnya teman-temannya khawatir Dul akan marah, ngambek lalu tdk mau ’cooperative’, membuatkan mereka minum, mencucikan peralatan makan, dll.

Saya sendiri pernah punya pengalaman  diserang oleh teman-teman di forum FB. Pertama karena buat status ’jujur’, ke dua karena dengan ’jujur’ mengomentari sebuah status, ha..ha....

Kejujuran dalam Kisah Mahabharata:
Dalam epos ini banyak hal yang bisa kita petik, seprtinya apa yang terjadi pada masa sekarang sudah tergambar pada zaman ini. Berkaitan dengan kejujuran, ada hal yang sangat menarik perhatian saya, bukankah karena kejujuran para Pandawa & Ketidakjujuran KORAWA telah menyebabkan hilangnya kerajaan Pandawa? (HASTINA PURA). Sementara karena ’keterpaksaan’ Yudistira untuk bicara tidak jujur  terhadap gurunya Rsi Drona, mengakibatkan Pandawa menang perang Bharata Yuda.

Orang pintar banyak, Orang jujur langka, demikian saya sering dengar.  Pada zaman Mahabharata  rationya 5: 100. Analoginya, kejujuran Pandawa diwakili oleh 5 orang yang harus berseberangan dengan 100 orang Korawa.

Kalau sekarang mungkin 5 : 500 ya wkwkwkw....

Walaupun demikian KEJUJURAN harus selalu ditegakkan, walau terkadang sangat menyakitkan. Keberanian mengungkapkan kejujuran, artinya kita telah siap tidak disuka, dibenci, dikucilkan, mungkin dibunuh (wow....)

Ya sudahlah....

Selamat berkarya, Anda boleh tidak menyukai tulisan ini !!!

Monumen Kebo Iwa di Kota Gianyar di Mata Saya

Mengenal nama tokoh Kebo Iwa  awalnya dari ceritera nenek saya waktu kecil. Niyang  demikian saya biasa manggil nenek,  suka berceritera atau mendongeng menjelang tidur di sebuah bilik di Bale Delod.

Ceritera Niyang tidak jauh berbeda dengan informasi yang saya dapatkan setelah sekolah & ‘tua’ seperti sekarang baik dari guru-guru di sekolah, atau ceritera sendratari yang pernah saya tonton. Tentang kisah hidup salah satu Patih Kerajaan Bali (sekitar abad 14, pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit), yang akhirnya gugur ‘diperdaya’ Maha Patih Gajah Mada, demi bersatu dan jayanya Nusantara.

Sesungguhnya saya ingin juga  mencari sumber-sumber ceritera ini dari data ‘primer’ (naskah-naskah kuno). Mudah-mudahan suatu saat bisa terwujud.

Sabtu, 29 Oktober 2011 (dalam kalender Masehi) atau pada hari Saniscara, Kliwon, Wayang , bertepatan dengan Tumpek Wayang (sesuai kalender Jawa / Bali). Sebuah monument berupa patung besar perwujudan Patih Kebo Iwa diresmikan oleh Bupati Gianyar kala itu (Tjok Ace), di Jl. By Pass Mandara Giri, Buruan, Gianyar.

Sebagai warga atau masyarakat Gianyar tentu saja saya setuju dan mendukung terwujudnya  monumen ini. Disamping untuk mempercantik kota, sekaligus juga  memberi pesan implisit bahwa  monumen dan patung-patung seni yang bertebaran di Kota Gianyar dan sekitarnya  adalah  representasi masyarakat Gianyar yang dikenal sebagai Kota Seni. Apresiasi masyarakat & pemerintah terhadap Kebo Iwa & spirit kejujuran, kepahlawanan dan kenegarawanan (Nusantara) adalah alasan lainnya.

Pemerintah bersama ‘para ahli sejarah kuno’, seniman patung,  tentu sudah berusaha memvisualkan tokoh ini. Bagi saya memang sulit mewujudkan tokoh yang wujud aslinya belum pernah dilihat, hanya melalui diskripsi dalam ceritera saja.

Tanpa bermaksud mengecilkan arti dan upaya yang telah luar biasa dilakukan oleh pemerintah daerah dan yang terkait, izinkan saya ‘menilai’ Monumen Patung Kebo Iwa dari mata saya.

Fisik dan anatomi:
Walaupun Kebo Iwa telah diwujudkan dengan ‘atletis’, saya pikir tokoh ini visualnya masih  tergolong  ‘ kurus’. Harusnya lebih ‘siteng’, dengan otot-otot dada, lengan yang lebih gempal & otot bahu & leher yang lebih kokoh. Bukankah dalam ceritera Kebo Iwa digambarkan sebagai ‘teruna’ yang tinggi, besar & kuat?

Ragam Hias & Busana:
Dalam memvisualkan ornament hias / ragam hias yang melekat dalam tubuh tokoh (termasuk busana yang dikenakan) pada masa lalu (abad ke-14) tentulah harus sesuai dengan zamannya. Tidak kurang referensi ‘artefak’ ragam hias peninggalan zaman Majapahit yang masih bisa kita amati sekarang (sebagai referensi).

Tokoh Kebo Iwa dalam visual monumen yang saya lihat tidaklah jauh beda dengan busana & hiasan ‘pertunjukkan sendratari’ zaman kini. Apakah seorang Patih Bali (kuno) memang berbusana seperti itu ? Harusnya lebih ‘humble’. Saya pernah liat foto-foto tokoh-tokoh patih kerajaan Bali pada zaman yang jauh lebih muda (kerajaan Karangasem & Gianyar, abad 18-19) yang mana secara 'teknologi' berbusana seharusnya lebih 'maju', tetapi malah tidak semeriah Tokoh Kebo Iwa yang berada pada zaman jauh sebelumnya.


Tujuan penulisan ini hanya didorong oleh keinginan melihat Patih Kebo Iwa sebagai tokoh  sejarah Bali Kuno yang pernah ada dan hidup, bukan tokoh yang 'dikarang-karang' atau khayalan.